Dalam hal pernikahan, Islam telah berbicara banyak. Dari sejak mencari kriteria calon pendamping hidup, hingga bagaimana cara berinteraksi dengannya tatkala resmi menjadi penyejuk hati. Islam memberikan tuntunan, begitu pula Islam mengarahkan bagaimana panduan menyelenggarakan sebuah pesta pernikahan yang suka ria, namun tetap memperoleh berkah dan tidak menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, demikian pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap ada daya tarik tersendiri. Maka Islam mengajarkannya.
Namun buku ini sebatas membahas tentang manfaat
menikah, hal-hal yang berkenaan tentang khitbah (meminang), akad nikah,
rukun-rukun, dan syarat-syarat serta pembahasan tentang pesta perkawinan
atau walimatul ‘ursy. Semoga kita bisa mengambil manfaat dari pembahasan tersebut.
Manfaat Manfaat Menikah Dalam Islam
Nikah memiliki manfaat yang sangat besar, sebagai berikut :
1. Tetap terpeliharanya jalur keturunan manusia, memperbanyak jumlah kaum
muslimin dan menjadikan orang kafir gentar dengan adanya generasi penerus yang berjihad di jalan Allah dan membela agamanya.
2. Menjaga kehormatan dan kemaluan dari perbuatan zina yang diharamkan lagi merusak tatanan masyarakat.
3. Terealisasinya kepemimpinan suami atas istri dalam hal memberikan nafkah dan penjagaan kepadanya. Allah berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An Nisa’ : 34)
4. Memperoleh ketenangan dan kelembutan hati bagi suami dan istri serta ketenteraman jiwa mereka.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Ar-Ruum : 21).
5. Membentengi masyarakat dari prilaku yang keji yang dapat menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan.
6. Terpeliharanya nasab dan jalinan kekerabatan
antara yang satu dengan yang lainnya serta terbentuknya keluarga yang
mulia lagi penuh kasih sayang, ikatan yang kuat dan tolong-menolong
dalam kebenaran.
7. Mengangkat derajat manusia dari kehidupan bak binatang menjadi kehidupan manusiawi yang mulia.
Dan masih banyak manfaat besar lainnya dengan adanya
pernikahan yang syar’i, mulia dan bersih yang tegak berlandaskan Al
Qur’an dan As Sunnah.
Menikah adalah ikatan syar’i yang menghalalkan
hubungan antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana sabda Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Berwasiatlah tentang kebaikan kepada para wanita,
sesungguhnya mereka bagaikan tawanan di sisi kalian. Kalian telah
menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah (akad nikah, pent)”.
Akad nikah adalah ikatan yang kuat antara suami dan istri. Allah berfirman:
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari
kamu perjanjian yang kuat”.(An Nisa’ : 21) yaitu akad (perjanjian) yang
mengharuskan bagi pasangan suami istri untuk melaksanakan janjinya.
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. (Al-Maidah : 1)
Bagaimana Sih Penjelasan dan Proses Ketika Melakukan Khitbah (Meminang)?
Rasulullah bersabda:
“Apabila seorang diantara kalian mengkhitbah (meminang) seorang wanita, maka jika dia bisa melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dalam hadits lain:
“Lihatlah dia, sebab itu lebih patut untuk melanggengkan diantara kalian berdua” (HR. AtTirmidzi, 1087)
Hadits tersebut menunjukkan bolehnya melihat apa yang
lazimnya nampak pada wanita yang dipinang tanpa sepengetahuannya dan
tanpa berkhalwat (berduaan) dengannya.
Para ulama berkata: “Dibolehkan bagi orang yang
hendak meminang seorang wanita yang kemungkinan besar pinangannya
diterima, untuk melihat apa yang lazimnya nampak dengan tidak berkholwat
(berduaan) jika aman dari fitnah”.
Dalam
hadits Jabir, dia berkata: “Aku (berkeinginan) melamar seorang gadis
lalu aku bersembunyi untuk melihatnya sehingga aku bisa melihat darinya
apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku menikahinya” (HR. Abu
Dawud, no. 2082).
Hadits ini menunjukkan bahwa Jabir tidak berduaan
dengan wanita tersebut dan si wanita tidak mengetahui kalau dia dilihat
oleh Jabir. Dan tidaklah
terlihat dari wanita tersebut kecuali yang biasa terlihat dari tubuhnya. Hal ini rukhsoh (keringanan) khusus bagi orang yang kemungkinan besar pinangannya diterima. Jika kesulitan untuk melihatnya, bisa mengutus wanita yang dipercaya untuk melihat wanita yang dipinang kemudian menceritakan kondisi wanita yang akan dipinang.
terlihat dari wanita tersebut kecuali yang biasa terlihat dari tubuhnya. Hal ini rukhsoh (keringanan) khusus bagi orang yang kemungkinan besar pinangannya diterima. Jika kesulitan untuk melihatnya, bisa mengutus wanita yang dipercaya untuk melihat wanita yang dipinang kemudian menceritakan kondisi wanita yang akan dipinang.
Berdasarkan apa yang diriwayatkan bahwa Nabi
sallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Ummu Sulaim untuk melihat seorang
wanita (HR. Ahmad).
Barangsiapa yang diminta untuk menjelaskan kondisi
peminang atau yang dipinang, wajib baginya untuk menyebutkan apa yang
ada padanya dari kekurangan atau hal lainnya, dan itu bukan termasuk
ghibah.
Dan diharamkan meminang dengan ungkapan yang jelas
(tashrih) kepada wanita yang sedang dalam masa ‘iddah (masa tunggu, yang
tidak bisa diruju’ oleh suami atau ditinggal mati suaminya, pent).
Seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi Anda”. Berdasarkan firman Allah
Ta’ala:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran” (QS. 2: 235)
Dan dibolehkan sindiran dalam meminang wanita yang
sedang dalam masa ‘iddah. Misalnya dengan ungkapan: “Sungguh aku sangat
tertarik dengan wanita yang seperti anda” atau “Dirimu selalu ada dalam
jiwaku”.
Ayat tersebut menunjukkan haramnya tashrih, seperti
ungkapan: “Saya ingin menikahi anda” karena tashrih tidak ada
kemungkinan lain kecuali nikah. Maka tidak boleh memberi harapan penuh
sebelum habis masa ‘iddahnya.
Diharamkan meminang wanita pinangan saudara muslim lainnya. Barangsiapa yang meminang seorang wanita dan diterima pinangannya, maka diharamkan bagi orang lain untuk meminang wanita tersebut sampai dia diijinkan atau telah ditinggalkan. Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah seorang laki-laki meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia menikah atau telah meninggalkannya” (HR. Bukhari dan Nasa’i).
Dalam riwayat Muslim: “Tidak halal seorang mukmin
meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia
meninggalkannya”. Dalam hadits Ibnu Umar: “Janganlah kalian meminang
wanita yang telah dipinang saudaranya” (Muttafaqun ‘alaih). Dalam
riwayat Bukhari: “Janganlah seorang laki-laki meminang di atas pinangan
laki-laki lain hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau dengan
seijinnya”.
Hadits-hadits tersebut menunjukkan atas haramnya pinangan seorang muslim di atas pinangan saudaranya, karena hal itu menyakiti peminang yang pertama dan menyebabkan permusuhan diantara manusia dan melanggar hak-hak mereka.
Jika peminang pertama sudah ditolak atau peminang
kedua diijinkan atau dia sudah meninggalkan wanita tersebut, maka boleh
bagi peminang kedua untuk meminang wanita tersebut. Sesuai dengan sabda
Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Hingga dia diijinkan atau telah
ditinggalkan”. Dan ini termasuk kehormatan seorang muslim dan haram
untuk merusak kehormatannya.
Sebagian orang tidak peduli dengan hal ini, dia maju
untuk meminang seorang wanita padahal dia mengetahui sudah ada yang
mendahului meminangnya dan telah diterima oleh wanita tersebut. Kemudian
dia melanggar hak saudaranya dan merusak pinangan saudaranya yang telah
diterima. Hal ini adalah perbuatan yang sangat diharamkan dan pantas
bagi orang yang maju untuk mengkhitbah wanita yang telah didahului oleh
saudaranya ini untuk tidak diterima dan dihukum, juga mendapat dosa yang
sangat besar.
sangat besar.
Maka wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan
masalah ini dan menjaga hak saudaranya sesama muslim. Sesungguhnya
sangat besar hak seorang muslim atas saudara muslim lainnya. Janganlah
meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya dan jangan membeli barang
yang dalam tawaran saudaranya dan jangan menyakiti saudaranya dengan
segala bentuk hal yang menyakitkan.
Penjelasan Mengenai Akad Nikah, Rukun dan Syarat-Syaratnya Dalam Islam
Disunnahkan ketika hendak akad nikah, memulai dengan
khutbah sebelumnya yang disebut khutbah Ibnu Mas’ud (khutbatul hajjah,
pent) yang disampaikan oleh calon mempelai pria atau orang lain diantara
para hadirin. Dan lafadznya sebagai berikut :
“Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya, serta kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal usaha kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. (HR. Imam yang lima dan Tirmidzi menghasankan hadits ini).
Setelah itu membaca tiga ayat Al-Qur’an berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Ali ‘Imran: 102).“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An Nisaa’: 1)“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS. Al-Ahzab: 70-71).
Adapun rukun-rukun akad nikah ada 3
Sekarang kita bahas, apa saja yang menjadi rukun rukun dalam pernikahan :
1.
Adanya 2 calon pengantin yang terbebas dari penghalang-penghalang
sahnya nikah, misalnya: wanita tersebut bukan termasuk orang yang
diharamkan untuk dinikahi (mahram) baik karena senasab, sepersusuan atau
karena sedang dalam masa ‘iddah, atau sebab lain. Juga tidak boleh jika
calon mempelai laki-lakinya kafir sedangkan mempelai wanita seorang
muslimah. Dan sebabsebab lain dari penghalang-penghalang syar’i.
2. Adanya ijab yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali
atau yang menggantikannya dengan mengatakan kepada calon mempelai pria:
“Saya nikahkan kamu dengan Fulanah”.
3. Adanya qobul yaitu lafadz yang diucapkan oleh
calon mempelai pria atau orang yang telah diberi ijin untuk mewakilinya
dengan mengucapkan : “Saya terima nikahnya”.
Syaikhul islam Ibnu Taymiah dan muridnya, Ibnul
Qoyyim, menguatkan pendapat bahwa nikah itu sah dengan segala lafadz
yang menunjukkan arti nikah, tidak terbatas hanya dengan lafadz
Ankahtuka atau Jawwaztuka.
Orang yang membatasi lafadz nikah dengan Ankahtuka
atau Jawwaztuka karena dua lafadz ini terdapat dalam Al Qur’an.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia” (QS.
Al-Ahzab: 37)
Dan firman-Nya yang lain:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu” (QS. An-Nisa’:22)
Akan tetapi kejadian yang disebutkan dalam ayat
tersebut tidak berarti pembatasan dengan lafadz tersebut (tazwij atau
nikah). Wallahu a’lam. Dan akad nikah bagi orang yang bisu bisa dengan
tulisan atau isyarat yang dapat difahami. Apabila terjadi ijab dan
qobul, maka sah-lah akad nikah tersebut walaupun diucapkan dengan senda
gurau tanpa bermaksud menikah (Jika terpenuhi syarat dan tidak ada
penghalang sah-nya akad, pent). Karena Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Ada 3 hal yang apabila dilakukan dengan main-main
maka jadinya sungguhan dan jika dilakukan dengan sungguh-sungguh maka
jadinya pun sungguhan. Yaitu: talak, nikah dan ruju’” (HR. Tirmidzi, no.
1184).
Adapun syarat-syarat sahnya nikah ada 4, yaitu:
1. Menyebutkan secara jelas (ta’yin) masing-masing
kedua mempelai dan tidak cukup hanya mengatakan: “Saya nikahkan kamu
dengan anak saya” apabila mempunyai lebih dari satu anak perempuan. Atau
dengan mengatakan: “ Saya nikahkan anak perempuan saya dengan anak
lakilaki anda” padahal ada lebih dari satu anak lakilakinya. Ta’yin bisa
dilakukan dengan menunjuk langsung kepada calon mempelai, atau
menyebutkan namanya, atau sifatnya yang dengan sifat itu bisa dibedakan
dengan yang lainnya.
2. Kerelaan kedua calon mempelai. Maka tidak sah jika
salah satu dari keduanya dipaksa untuk menikah, sebagaimana hadits Abu
Hurairah:
“Janda tidak boleh dinikahkan sehingga dia diminta
perintahnya, dan gadis tidak dinikahkan sehingga diminta ijinnya.”
Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana ijinnya?”. Beliau
menjawab: “Bila ia diam”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kecuali jika mempelai wanita masih kecil yang belum baligh maka walinya boleh menikahkan dia tanpa seijinnya.
3. Yang menikahkan mempelai wanita adalah walinya.
Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak sah
pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Imam yang lima kecuali
Nasa’i).
Apabila
seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa wali maka nikahnya
tidak sah. Di antara hikmahnya, karena hal itu merupakan penyebab
terjadinya perzinahan dan wanita biasanya dangkal dalam berfikir untuk
memilih sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya. Sebagaimana firman
Allah dalam Al-Qur’an tentang masalah pernikahan, ditujukan kepada para
wali: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu” (QS.
An-Nuur: 32) “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka” (QS.
Al-Baqoroh: 232) dan ayat-ayat yang lainnya.
Wali bagi wanita adalah: bapaknya, kemudian yang
diserahi tugas oleh bapaknya, kemudian ayah dari bapak terus ke atas,
kemudian anaknya yang laki-laki kemudian cucu laki-laki dari anak
lakilakinya terus ke bawah, lalu saudara laki-laki sekandung, kemudian
saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki sekandung kemudian sebapak, lalu pamannya yang sekandung
dengan bapaknya, kemudian pamannya yang sebapak dengan bapaknya,
kemudian anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat keturunan
nasabnya seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika
dulu ia seorang budak, pent), kemudian baru hakim sebagai walinya.
4. Adanya saksi dalam akad nikah, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir:
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan
dua orang saksi yang adil (baik agamanya, pent).” (HR. Al-Baihaqi dari
Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh
Syaikh Al-Albani no. 7557).
Maka tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil.
Imam Tirmidzi berkata: “Itulah yang difahami oleh
para sahabat Nabi dan para Tabi’in, dan para ulama setelah mereka.
Mereka berkata: “Tidak sah menikah tanpa ada saksi”. Dan tidak ada
perselisihan dalam masalah ini diantara mereka. Kecuali dari kalangan
ahlu ilmi uta’akhirin
(belakangan)”.
Panduan Menjalankan Walimatul ‘Urs (Pesta Perkawinan)
Walimah asalnya berarti sempurnanya sesuatu dan
berkumpulnya sesuatu. Dikatakan ﻞﺟﺮﻟﺍ_ ﱂﻭﺃ_ (Awlamar Rajulu) jika
terkumpul padanya akhlak dan kecerdasannya. Kemudian makna ini dipakai
untuk penamaan acara makan-makan dalam resepsi pernikahan disebabkan
berkumpulnya mempelai lakilaki dan perempuan dalam ikatan perkawinan.
Dan tidak dinamakan walimah untuk selain resepsi pernikahan dari segi bahasa dan istilah fuqoha (para ulama). Padahal ada banyak jenis acara makan-makan yang dibuat dengan sebab-sebab tertentu, tetapi masing-masing memiliki penamaan tersendiri.
Hukum walimatul ‘urs adalah sunnah menurut jumhur
ulama. Sebagian ulama mewajibkan walimah karena adanya perintah
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan wajibnya memenuhi undangan
walimah. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
‘Abdurrahman bin ‘Auf radiyallahu ‘anhu ketika dia mengkhabarkan bahwa
dia telah menikah
“Adakanlah walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing” (HR. Bukhari dan Muslim).
Disamping hal itu, walimah yang seperti di atas tidak
lepas dari kejelekan dan kesombongan serta berkumpulnya orang-orang
yang biasanya tidak lepas dari kemungkaran. Terkadang walimah ini
dilakukan di hotel-hotel yang menyebabkan para wanita tidak menghiraukan
lagi pakaian yang menutup aurat, hilangnya rasa malu, bercampurnya
wanita dengan laki-laki yang bisa jadi hal ini sebagai penyebab turunnya
azab yang besar dari Allah.
Terkadang
juga diselingi dalam pesta tersebut musik dan nyanyian yang
menyenangkan para seniman, juga fotografer untuk memotret para wanita
dan kedua mempelai, disamping menghabiskan harta yang banyak tanpa
faedah bahkan dengan cara yang rusak dan menyebabkan kerusakan. Maka
bertaqwalah kepada Allah wahai orang-orang yang seperti ini dan takutlah
terhadap azab Allah.
Allah berfirman:
“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya” (QS. Al-Qoshosh: 58)“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan” (Al-A’rof: 31)“Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan” (Al-Baqoroh: 60)
Dan ayat-ayat yang berkaitan dengan ini sangat banyak dan jelas.
Wajib bagi yang diundang untuk menghadiri walimatul ‘urs apabila terpenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Walimah tersebut adalah walimah yang pertama jika
walimahnya dilakukan berulangkali. Dan tidak wajib datang untuk walimah
yang selanjutnya, berdasarkan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Walimah pertama adalah hak (sesuai dengan syari’at,
pent), walimah kedua adalah baik, dan walimah yang ketiga adalah riya’
dan sum’ah” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya).
Syaikh Taqiyuddin berkata: “Diharamkan makan dan
menyembelih yang melebihi batas pada hari berikutnya meskipun sudah
menjadi kebiasaan masyarakat atau untuk membahagiakan keluarganya, dan
pelakunya harus diberi hukuman”
2. Yang mengundang adalah seorang muslim
3. Yang mengundang bukan termasuk ahli maksiat yang terang-terangan melakukan kemaksiatannya, yang mereka itu wajib dijauhi.
4. Undangannya tertuju kepadanya secara khusus, bukan undangan umum.
5. Tidak ada kemungkaran dalam walimah tersebut
seperti adanya khamr (minuman keras), musik, nyanyian dan biduan,
seperti yang banyak terjadi dalam acara walimah sekarang.
Apabila terpenuhi syarat-syarat tersebut, maka wajib
memenuhi undangan walimah, sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa
sallam :
“Sejelek-jelek makanan adalah hidangan walimah yang orang-orang miskin tidak diundang tetapi orangorang yang kaya diundang. (Meskipun demikian) barangsiapa yang tidak memenuhi undangan walimah berarti dia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (HR. Muslim).
Dan disunnahkan untuk mengumumkan pernikahan dan menampakkannya sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Umumkanlah acara pernikahan”. Dan dalam riwayat lain: “Tampakkanlah acara pernikahan” (HR. Ibnu Majah)
Disunnahkan pula menabuh rebana sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Pembeda antara nyanyian serta musik yang halal dan yang haram adalah nyanyian dan rebana dalam acara pernikahan” (HR. Nasa’i, Ahmad dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menghasankannya).
Kunjungi blog pemuda 313 yaa, untuk mendapatkan ilmu Islamologi lainnya. ini linknya https://ricky-elfaqru313.blogspot.com/?m=1
BalasHapus