Semangat menjalankan islam sedang terus
tumbuh di indonesia. Banyak pemuda muslim sekarang memilih jalur
pernikahan secara islami. Pada tahapannya tentu akan melewati proses
khitbah, Bagaimana Hukum & Tata Cara Melakukan Khitbah Sesuai
Syariah Islam dijelaskan oleh Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan’an.
Semoga bisa di ambil manfaatnya.
A. MAKNA DAN HUKUM MEMINANG DALAM AGAMA ISLAM
Al-Khitbah dengan dikasrah ‘kho”nya
berarti pendahuluan “ikatan pernikahan” yang maknanya permintaan seorang
laki-laki pada wanita untuk dinikahi. Dan hal ini pada umumnya ada pada
laki-laki. Maka yang memulai disebut “khoothoban” (yang meminang)
sedang yang lain disebut “makhthuuban” (yang dipinang).
Meminang itu sunnah sebelum akad nikah,
karena Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam meminang untuk dirinya
dan untuk yang lain. Dan tujuan meminang yaitu : mengetahui pendapat
yang dipinang, apakah ada setuju atau tidak. Demikian juga untuk
mengetahui pendapat walinya.
Meminang itu akan mengungkap keadaan,
sikap wanita itu dan keluarganya. Dimana kecocokan dua unsur ini
dituntut sebelum akad nikah, dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah
melarang menikahi seorang wanita kecuali dengan izin wanita tersebut,
sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu berkata: telah bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam : “Tidak dinikahi seorang janda kecuali sampai dia minta dan
tidak dinikahi seorang gadis sampai dia mengijinkan (sesuai kemauannya),
Mereka bertanya “Ya Rasulullah, bagaimana ijinnya ? Beliau menjawab
‘Jika dia diam’.
Maka
bila janda dikuatkan dengan musyawarahnya dan wali butuh pada
kesepakatan yang terang-terangan untuk menikah. Adapun gadis, wali harus
minta ijinnya, artinya dia dimintai ijin/pertimbangan untuk menikah dan
tidak dibebani dengan jawaban yang terang-terangan untuk menunjukkan
keridhaannya, tetapi cukup dengan diamnya, sungguh dia malu untuk
menjawab dengan terang-terangan.
Dan makna ini juga terdapat dalam hadits
‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa beliau berkata “Ya Rasulullah,
sesungguhnya gadis itu akan malu”, maka beliau bersabda:Ridhanya ialah
diamnya’ (HR Bukhori dan Muslim).
Akan tetapi hendaknya diyakinkan bahwa
diamnya adalah diam ridha, bukan diam menolak, dan itu harus diketahui
oleh walinya dengan melihat kenyataan dan tanda-tandanya. Dan perkara
ini tidak samar lagi bagi wali pada umumnya. Adapun kesepakatan wali
dari pihak wanita itu merupakan perkara yang harus dan merupakan syarat
dalam nikah menurut jumhur ulama karena jelasnya hadits dari Nabi
sala’lahu ‘a/aihi wa sallam yang bersabda : “Tidak ada nikah kecuali
dengan wali.” (HR Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dan jumhur mengambil dalil atas syarat ridhanya wali dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya” (QS Al-Baqarah : 232)
Artinya : Jangan kau cegah wanita yang
tercerai untuk kembali ke pangkuan suaminya, karena dia lebih berhak
untuk ruju’ jika memungkinkan secara syariat. Telah berkata Imam Syafii
“Ini ayat yang paling jelas tentang permasalahan wali dan kalau tidak
maka pelarangan wali tidak bermakna”.(Lihat Subulussalaam Syarah
Bulughul Maram, Ash-Shan’any, juz 3 hal 130).
B. HUKUM dan CARA MEMANDANG PINANGAN (NADZOR)
Pada dasarnya di dalam hukum syariat
melihat wanita asing bagi lelaki dan sebaliknya adalah haram. Yang
diwajibkan adalah menundukan pandangan dari yang haram bagi laki-laki
maupun wanita, firman Allah Ta’ala (yang artinya) :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : “
Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat; Katakanlah kepada wanita yang beriman:
Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
dari padanya.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya, kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara
laki-laki mereka, atau putera saudara laki¬-laki mereka, atau putera
saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki ; atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita, Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu
beruntung”(Q.S An¬Nuur : 30-31)
Adapun orang yang meminang, memandang
gadis yang dipinangnya atau sebaliknya maka itu boleh, bahkan itu
dianjurkan. Akan tetapi dengan syarat berniat untuk mengkhitbah.
Hadits-hadits tentang ini banyak sekali.
Adapun dalam hadits Shahih Muslim dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
telah berkata pada seseorang yang akan menikahi wanita : ‘Apakah engkau
telah melihatnya ? dia berkata : “Belum”. Beliau bersabda :’Maka
pergilah, lalu lihatlah padanya. ”
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud,
Hakim dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu : Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam bersabda : “Jika salah seorang diantara
kalian meminang seorang perempuan dan jika mampu melihat seorang
perempuan dari apa-apa yang mendorong kamu untuk menikahinya maka
kerjakan.”
Orang yang meminang boleh memandang
pinangannya pada telapak tangan dan wajah saja menurut jumhur ulama.
Karena wajah cukup untuk bukti kecantikannya dan dua tangan cukup untuk
bukti keindahan/kehalusan kulit badannya. Adapun yang lebih jauh dari
itu kalau dimungkinkan, maka hendaknya orang yang meminang mengutus
ibunya atau saudara perempuannya untuk menyingkapnya, seperti bau
mulutnya, bau ketiaknya dan badannya, serta keindahan rambutnya.
Dan yang lebih baik orang yang meminang
melihat pada yang dipinang sebelum dia meminang, sehingga jika dia tidak
suka padanya, maka dia bisa berpaling dari perempuan itu tanpa
menyakitinya. Dan tidak disyaratkan adanya keridhaan atau sepengetahuan
si wanita itu, bahkan si lelaki itu boleh melihat tanpa diketahui wanita
pinangannya atau ketika dia lalai (diintip) dan itu lebih utama.
Bolehnya ‘Mengintip’ Calon Istri sebagai proses Mengenali Calon pasangannya
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Thabrani dari Abi Humaid As-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Apabila seorang diantara kamu meminang
wanita, maka tidak mengapa kamu melihatnya jika kamu melihatnya untuk
dipinang, meskipun wanita itu tidak tahu”
Adapun yang menjadi kebiasaan kaum
muslimin dalam ‘pinangan’ yaitu berdua-berduaan, pergi dan bergadang
berdua, maka itu adalah racun karena mengikuti kebiasaan orang-orang
barat yang jelek, yang menyerbu negeri-negeri muslimin. Alasan mereka
yaitu masing¬-masing dari dua orang yang bertunangan akan bisa saling
mempelajari karakter yang lainnya dengan jalan tersebut dan untuk lebih
mengenal agar nanti menjadi pasangan yang ideal dan bahagia.
Ini adalah sesuatu yang tidak benar
berdasarkan kenyataan sebab masing-masing berpura-pura dihadapan
pasangannya dengan apa-¬apa yang tidak ada padanya, yakni berupa akhlaq
yang baik. Dan menampakkan bagi pasangan apa-apa yang berbeda dari
kenyataanya dan tidak menampakkan aslinya kecuali setelah nikah dimana
telah hilang sikap kepura-puraan itu dan terbongkar hakekat dari
masing-masing keduanya. Maka mereka akan ditimpa kekecewaan yang besar.
Kami tahu berdasarkan pengalaman kami di
mahkamah syar’iyyah bahwa menempuh jalan yang disyari’atkan dan menjaga
hukum-hukum syari’at dari keduanya di semua tahapan-¬tahapan dalam
menuju pernikahan, dimulai dari khitbah sampai dengan malam pengantin
merupakan sebab yang menjamin kebahagiaan rumah tangga bagi keduanya
dengan taufiq dan keridhoan Allah Subhanahu wa ta’ala. Adapun orang yang
melakukan tahapan-tahapan itu dengan kebiasaan orang-orang kafir yang
jelek maka mereka akan mengalami kegagalan.
C. SIFAT-SIFAT YANG DITUNTUT DALAM MEMINANG DAN MENERIMA PINANGAN
Ketika pemuda dan pemudi menginjak
remaja maka mulailah dalam pikirannya terbetik kriteria-kriteria dan
sifat-sifat siapa calon pendampingnya untuk menjadi isterinya pada suatu
hari nanti.
Dan pandangan orang terhadap sifat-sifat
itu berbeda-beda, sesuai denga taraf pendidikannya yang dia tumbuh
padanya. Maka sebagian mereka ada yang membuat kriteria, yang meliputi
beberapa syarat seperti bentuk badan tingginya, warna kulitnya, warna
mata. Dan diantara mereka ada yan mensyaratkan dari sisi hartanya,
kekayaannya, nasab dan lain-lain.
Dan semua syarat-syarat ini dalam
kenyataannya dituntut dan disukai, juga tidak dilarang untuk mencari
orang yang demikian itu. Akan yang lebih baik dari itu semuanya adalah
agamanya. Dalilnya yang diriwayatkan imam Bukhori dan Muslim dari Abi
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang
bersabda :
“Dinikahi wanita karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka utamakanlah yang
punya agama sehingga kamu akan beruntung.”
Makna “yang memiliki agama” yaitu :
wanita yang beragama, shalihah dan berakhlak baik. Maka hendaknya tujuan
meminang adalah memilih wanita yang punya agama. Adapun bila terkumpul
semua sifat-sifat yang lain dari harta, keturunan dan kecantikan
disertai punya agama, maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan. Akan
tetapi tidak ada kebaikan pada seseorang yang memiliki harta atau
keturunan, atau kecantikan tanpa punya agama.
Wanita yang punya kecantikan tanpa agama
adalah wanita yang menipu orang lain dan diri sendiri, dan wanita yang
punya harta tanpa agama adalah wanita yang menindas, lacur atau rakus.
Adapun wanita yang punya , keturunan, pangkat tanpa agama, dia wanita
yang sombong. Adapun wanita yang punya agama ialah wanita yang selalu
taat, akhlaknya baik, tawadhu’ sekalipun dia punya kecantikan, kekayaan,
pangkat yang tinggi atau keturunan mulia.
Sifat Sifat Wanita Pilihan JUGA BERLAKU untuk memilih Laki laki
Keadaan serta sifat-sifat ini tidak
hanya khusus pada wanita saja, bahkan juga untuk laki-laki. Maka bagi
wanita yang dipinang, agar jangan tertipu dengan kekayaan,
ketampanannya, keturunan atau pangkatnya. Bahkan wanita wajib unluk
meneliti terlebih dahulu agamanya, jika lelaki itu termasuk beragama,
shaleh, maka sungguh terkumpul padanya syarat-syarat terpenting,
sehingga jadilah sifat-sifat menempati peringkat kedua.
Semakin Cantik Agamanya,Insya Allah semakin baik Akhlaqnya
Sesungguhnya seorang lelaki yang
beragama akan menjaga warita dan memeliharanya, dan akan mempergauli
isterinya dengan cara yang baik, akan bersabar atas
kekurangan-kekurangan isteri, dan ini yang terpenting. Maka bila
Iaki-laki itu mencintainya, dia akan memuliakan isterinya, dan jika dia
membencinya, dia tidak akan mendhaliminya meskipun si isteri suka hidup
brrsamanya, dan bila lebih mengutamakan bercerai, maka dia tidak
menahannya untuk menyakitinya, tetapi dia pisah dengan perpisahan yang
sebaik-baiknya.
Sesungguhnya kehidupan ‘suami – isteri’
penuh dengan kesulitan dan tanggung jawab yang berat serta berhadapan
dengan keadaan yang selalu berubah. Jika rumah tangganya ditegakan
karena harta, kemudian hilang hartanya, maka apa yang terjadi ? dan jika
ditegakkan di atas kecantikan atau kedudukan, kemudian berubah, maka
apa yang terjadi ? Tidak diragukan lagi akan terjadi perpecahan dalam
rumah tangga dan akan muncul perselisihan, karena pernikahannya tidak
ditegakkan di atas dasar yang kokoh, tetapi atas syahwat Individu tanpa
pangkal dan landasan yang kuat.
Adapun apabila pernikahan dibangun atas
dasar menjaga agama, dimana agama itu merupakan aqidah yang tetap dan
kokoh di hati muslim yang beragama, dia bangun diatasnya perbuatan dan
perkataannya, dan dari dasar Itu dia bermuamalah dengan yang lainnya.
Maka kita tahu, bahwa seorang muslim
yang beragama, baik laki-laki maupun perempuan, dia akan bersyukur pada
Allah Subhanahu wa taala dalam keadaan lapang, dan bersabar dalam
keadaan sempit. Dia akan bergaul atau mensikapi kenyataan dengan iman
dan sabar, dan dia akan saling tolong-menolong dengan isterinya ( teman
hidupnya) dengan penuh amanah dan kegembiraan.
D. CINTA, RINDU DAN CEMBURU
Banyak orang berbicara tentang masalah
ini tapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan
batasan-batasan dan maknanya secara syari. Dan kapan seseorang itu
keluar dari batasan-batasan tadi. Dan seakan-akan yang menghalangi untuk
membahas masalah ini adalah salahnya ¬pemahaman bahwa pembahasan
masalah ini berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan berkaitan dengan
perzinahan, perkataan yang keji. Dan hal in adalah salah. Tiga perkara
ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk
menjaga dan mendorong kehormatan dan kemuliaannya.
Aku memandang pembicaraan ini yang
terpenting adalah batasannya, penyimpangannya, kebaikannya, dan
kejelekannya. Tiga kalimat ini ada dalam setiap hati manusia, dan mereka
memberi makna dari tiga hal ini sesuai dengan apa yang mereka maknai.
1. Cinta (AI-Hubb)
Cinta yaitu Al-Widaad yakni
kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati,
bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan itu tidak akan bahagia dan
berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang diantara
suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh karena itu,
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, menganjurkan pada orang yang
meminang untuk melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata sepakat
dan cinta, seperti telah kami jelaskan dalam bab Kedua.
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin Su’bah Radhiyallahu ‘anhu berkata
;”Aku telah meminang seorang wanita”, lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam bertanya kepadaku :’Apakah kamu telah melihatnya ?” Aku
berkata :”Belum”, maka beliau bersabda : ‘Maka lihatlah dia, karena
sesungguhnya hal itu pada akhimya akan lebih menambah kecocokan dan
kasih sayang antara kalian berdua’
Cinta Sejati, Lahir Karena Allah. Lahir Setelah Pernikahan
Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan
dari orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut
membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan
cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu mereka merasa
menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira diri
mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila
hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.
Kenyataannya, bahwa di sini banyak
sekali kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka tentang “cinta” dan
apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan
perempuan.
Dimana mereka beranggapan bahwa cinta
itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia memahami cinta itu dari
apa-apa yang dia lihat dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan
rusak yang diantara mereka menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan.
Mereka saling duduk, bermalam, saling bercanda, saling menari, dan
minum-minum, bahkan sampai mereka berzina di bawah semboyan cinta.
Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain kecuali yang demikian itu.
Padahal sebenarnya tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.
Sesungguhnya kecenderungan seorang
lelaki pada wanita dan kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan
syahwat dari syahwat¬-syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia
dalam masalah cinta, Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa
yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana
firman Allah Ta’ala (yang artinya) :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,… “,
(Q.S Ali¬-Imran : 14)
Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki
pada wanita atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak ada
keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah Ta’ala tidaklah
menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan
diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan
hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana
tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas radiyallahu
anhuma berkata : telah bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :
“Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pemikahan .”
Dan agar orang-orang Islam menjauhi
jalan-jalan yang rusak atau keji, maka Allah telah menyuruh yang pertama
kali agar menundukan pandangan, karena pandangan’ itu kuncinya hati,
dan Allah telah haramkan semua sebab-sebab yang mengantarkan pada
Fitnah, dan kekejian, seperti berduaan dengan orang yang bukan mahramya,
bersenggolan, bersalaman, berciuman antara lelaki dan wanita, karena
perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah
condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang
dirahmati Allah Subhanahu wa ta’ala.
Allah lah yang menghiasi bagi manusia
untuk cinta pada syahwat ini, maka manusia mencintainya dengan cinta
yang besar, dan sungguh telah tersebut dalam hadits bahwa Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian ; wanita dan wangi¬-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat”
( HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi)
Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia
dalam kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan disiksa dengan
sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang
diharamkan. Contohnya : apabila lelaki dan wanita saling pandang
memandang atau berduaan atau duduk cerita panjang lebar, lalu
cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta, maka
kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya disiksanya, karena hal
itu berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk menguasai
hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab karena yang dia lakukan. Dan
karena keduanya melakukan sebab yang menyampaikan pada ‘cinta’, seperti
telah kami sebutkan. Dan keduanya akan dimintai tanggungjawab dan akan
disiksa juga dari setiap keharaman yang dia perbuat setelah itu.
Adapun cinta yang murni yang dijaga
kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan oleh
sebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa
orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya
dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana
akan dijelaskan dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam keadaan
yang mutlak, sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua
sebab-sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan
mengantarkan pada bahaya-bahaya yang banyak, namun sangat sedikit mereka
yang selamat.
2. Rindu (Al-’Isyq)
Rindu itu ialah cinta yang berlebihan,
dan ada rindu yang disertai dengan menjaga diri dan ada juga yang
diikuti dengan kerendahan. Maka rindu tersebut bukanlah hal yang tercela
dan keji secara mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang rindu itu, rindunya
disertai dengan menjaga diri dan kesucian, dan kadang-kadang ada rindu
itu disertai kerendahan dan kehinaan.
sakitnya rindu seperti kalau terkena panah, jangan main main
Sebagaimana telah disebutkan, dalam
ucapan kami tentang cinta maka rindu juga seperti itu, termasuk amalan
hati, yang orang tidak mampu menguasainya. Tapi manusia akan dihisab
atas sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram.
Adapun rindu yang disertai dengan
menjaga diri padanya dan menyembunyikannya dari orang-orang, maka
padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam kitab Haasyi’ah Marakil
Falah dari Imam Suyuthi yang mengatakan bahwa termasuk dari golongan
syuhada di akhirat ialah orang-orang yang mati dalam kerinduan dengan
tetap menjaga kehormatan diri dan disembunyikan dari orang-orang
meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang haram sebagaimana
pembahasan dalam masalah cinta.
Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang
yang memendam kerinduan baik laki-laki maupun perempuan, dengan tetap
menjaga kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu
untuk mendapatkan apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai
mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di
akhirat (Note: hadist yang menahan cinta dapat pahala syahid, hadist
yang lemah).
Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran
orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat
dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia
bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri meskipun dalam
hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan
kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini di bawah
kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia bersabar
atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan menyembunyikan kerinduannya
sehingga dengan itu dia mendapa pahala.
3. Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu ialah kebencian seseorang untuk
disamai dengan orang lain dalam hak-haknya, dan itu merupakan salah satu
akibat dari buah cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang
mencintai. Dan cemburu itu ternasuk sifat yang baik dan bagian yang
mulia, baik pada laki-laki atau wanita.
Ketika seorang wanita cemburu maka dia
akan sangat marah ketik~asuaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya.
Sebab perempuan tidak akan menerima madunya karena kecemburuannya pada
suami, dia senang bila diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika
dia tidak mencintai suaminya, dia tidak akan peduli (lihat pada bab 1).
Kita tekankan lagi disini bahwa seorang wanita akan menolak madunya,
tetapi tidak boleh menolak
hukum syar’i tentang bolehnya poligami.
Penolakan wanita terhadap madunya karena gejolak kecemburuan, adapun
penolakan dan pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan terjadi
kecuali karena kelalaian dan kesesatan.
Adapun wanita yang shalihah, dia akan
menerima hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu¬-ragu, dan dia yakin
bahwa padanya ada semua kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki
kecemburuan terhadap suaminya serta ketidaksenangan terhadap madunya.
Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari
yang jelita matanya yang Allah Ta’ala jadikan mereka untuk orang mukmin
di sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya
‘bidadari’ ini untuk orang mukmin atau mengingkari hai-hal tersebut,
karena dorongan cemburu.
Maka kami katakan padanya :
-
Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.
-
Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.
-
Bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengkhususkan
juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski
klta tidak mengetahui secara rinci.
-
Surqa merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah
terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati
manusia, seperti firman Allah Ta’ala : “Seorangpun tidak mengetahui apa
yang disembunyikan untuk mereka yaltu (bermacam-macam nikmat) yang
menyedapkan pandangan mata scbagai balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan”(Q.S As-Sajdah : 17)
Oleh karena itu, tak seorang pun
mengetahui apa yang tcrsembunyi bagi mereka dari bidadari-bidadari
penyejuk mata sebagai balasan pada apa-apa yang mereka lakukan. Dan di
sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin dan mukminat dari
apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan hidangan-hidangan, dan
akan menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya. Maka wajib
bagi keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar
memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah
Ta’ala yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.
Ada Cemburu yang Wajib Dimiliki Oleh Laki Laki
Adapun kecemburuan seorang laki-laki
pada keluarganya dan kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan
wajib’ baginya karena termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu
pada kehormatannya dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini,
akan menolak adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh
kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak
rela kalau meraka telanjang dan membuka tabir di depan laki-laki yang
bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah laki-laki
itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini,
di jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan
tetapi akan hilang keheranan itu ketika kita sebutkan bahwa manusia di
jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang jelek. Dan
maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal makna aib,
kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh (permisivisme),
mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka orang¬orang yang mengagumi
pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq Islam
yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan clan keutamaan.
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu
pada keluarganya dengan sifat-¬sifat yang jelek, yaitu Dayyuuts: Sungguh
ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar
bin Yasir ; serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dan Abdullah bin Amr ,
dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada tiga golongan yang
tidak akan masuk surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua dan
dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang
membiarkan keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman.